Andai saja bahagia itu tidak bersyarat, maka bunga mawar tidak perlu berduri

Senin, 06 Februari 2012

Kuliah di Korea Bukan Sekedar Ikut Tren Korean Wave


Peminat beasiswa ke Korea Selatan (khususnya) cukup meningkat. Setelah membaca tips berburu beasiswa di Korea, hendaknya dilanjutkan dengan membaca artikel ini.
Akhir-akhir ini banyak yang menanyakan perihal kesempatan mendapatkan beasiswa ke Korea, bahkan satu dua orang menambahkan kata-kata “saya akan berusaha sungguh-sungguh” seperti yang biasa kita dapati di K-drama. Banyak lagi yang “meng-upgrade secara paksa” profil Facebooknya, ada yang menulis kuliah di Dongguk University padahal masih SMA, ada yang menulis kuliah di Seoul National University tapi tempat tinggalnya di Daegu (“Sejak kapan SNU buka cabang di Daegu?”, kata Presiden Perpika), dan bermacam-macam lainnya. Dari situ saya berpikir, ada yang tidak benar dengan ini semua.
Kita semua tahu bahwa Indonesia sedang dilanda Korean Wave. Tidak bermaksud menyalahkan siapapun yang terkena demam tersebut, namun saya sebagai orang-yang-dulunya-tidak-ngefans-sama-bintang-Korea-tapi-akhirnya-malah-sekolah-disini ingin membagi sedikit cerita agar fantasi yang berlebihan tentang Korea tidak mengendalikan keinginan sesaat itu. Janganlah bayangan tentang Korea itulah yang menjadi dasar apply beasiswa, karena kenyataan di “lapangan” tidak semanis itu. Daripada sudah terlanjur diterima dan sampai sini tapi malah menyesal dengan beratnya beban yang ditanggung.
Kebanyakan cerita K-drama adalah percintaan yang bisa membuat penontonnya melayang, terutama bagi kaum hawa. Sehingga mungkin banyak yang berpikir kuliah di Korea pasti enak, ketemu yang cakep-cakep ataupun cantik-cantik kayak di K-drama. Please, stop that dream. Kenapa? Faktanya, pelajar di Korea walaupun dari luar sangat santai seperti yang terlihat di K-drama, namun usaha mereka untuk belajarsangat besar. Bagian belajar keras itulah yang tidak ditampilkan di K-drama. Padahal jika hal itu ditunjukkan, efeknya juga akan bagus bagi penonton. Tidak aneh melihat mereka seharian membaca buku di perpustakaan ataupun membawa puluhan buku-buku tebal saat pulang kuliah. Di subway maupun bis pun banyak diantara mereka yang membaca buku. Jadi tidak heran kalau kacamata yang mereka pakai lensanya cukup tebal (banyak juga dari mereka yang sebenarnya pakai kacamata tapi diganti softlens). Kalau kita cuma modal ingin senang-senang, ya sudah kena “libas” oleh mereka.
Mengambil jenjang Master maupun Doctoral berarti sama saja artinya dengan bekerja untuk Profesor. Dan profesor (yang juga manusia itu) punya watak dan keinginan yang berbeda-beda. Banyak dari teman penulis yang bekerja untuk profesor yang memiliki keinginan dan ekspektasi dengan standar yang tinggi; misal: satu tahun minimal sang mahasiswa harus bisa meloloskan satu paper internasional, penerapan jam lab 09.00~21.00 setiap hari selama 6 hari (hanya libur hari Minggu), dan banyak lainnya. Bahkan teman Korea saya pernah bilang, “Here, Professor is considered as a king. Whatever he wants, we have to fulfill it. Even the student usually does the-office-boy thing or bringing professor’s stuff.” So, persiapkan diri untuk hal yang tak terduga. Kalau di rumah aja minum susu masih minta dibikinin mamanya, siap-siap kecewa deh di Korea. Yang terbiasa naik motor atau mobil di Indonesia, harus beradaptasi dengan jalan kaki selama di Korea. Memang sedikit lebih menyenangkan karena situasi sangat mendukung; trotoar yang luas, minim polutan, udara sejuk, pun banyaknya pejalan kaki lain tua dan muda. Bisa juga naik sepeda, tapi tidak bisa dilakukan di musim gugur maupun musim dingin karena anginnya cukup dingin.
Salah satu kendala terbesar adalah masalah bahasa, perlu diketahui bahwa mayoritas orang Korea tidak bisa berbahasa Inggris. Sedangkan kita tidak bisa mengandalkan berbicara menggunakan bahasa seperti yang digunakan di K-drama jika tidak ingin dianggap tidak sopan. Untuk bahasa yang digunakan di kelas juga tidak selalu Bahasa Inggris, banyak teman yang terpaksa mengambil kelas yang pengantarnya berbahasa Korea karena sang dosen tidak mau pakai Bahasa Inggris. Kalaupun kita sudah pernah mengambil kursus Bahasa Korea, tidak ada jaminan bisa “survive” di kelas karena banyak sekali kata-kata yang tidak kita mengerti. Misal kita di jurusan Teknik Sipil tentu familiar dengan kata-kata optimasi, bekisting, procurement, dll; namun apakah kita tahu padanan-nya dalam Bahasa Korea?

Namun banyak juga kelebihan yang kita dapat selama menimba ilmu di Korea, beberapa diantaranya:
§  Sangat mudah mengakses jurnal internasional karena setiap universitas pasti sudah berlangganan jurnal internasional.
§  Fasilitas lab yang memadai untuk bekerja secara optimal. Biasanya hampir semua “penghuni” lab pasti memakai headset agar tidak mengganggu dan tidak terganggu oleh lab member lainnya.
§  Iklim akademis yang memacu semangat belajar. Kita tentu malu pada diri sendiri jika melihat semangat belajar para pelajar Korea. Untuk ujian dan tugas pun mereka mengerjakannya sendiri (walaupun belajarnya bareng). Jadi kalau masih hobi nyontek, segera tinggalkan kebiasaan itu dan mulai belajar giat. Jika mereka ada waktu, kita bisa meminta bantuan mereka untuk mengajari kita beberapa hal yang tidak kita mengerti, mereka tidak akan keberatan membantu selama tidak sibuk.
Belajar kebudayaan dan kebiasaan baru yang tentunya jauh berbeda dibanding di Indonesia. Pun juga belajar mandiri sehingga dapat mengambil hikmah bahwa tidak ada hal yang bisa dicapai dengan cara instan.
Setiap yang kita lakukan, kembali lagi akan mengacu pada niat. Semoga fantasi tentang Korea tidak menjadi dasar apply beasiswa, masih banyak hal-hal baik yang bisa kita jadikan niat untuk menuntut ilmu di Korea. Semangat~~ 화이팅!

sumber : http://beasiswa.perpika.org/2011/12/kuliah-di-korea-bukan-sekedar-ikut-tren-korean-wave/
0

0 comments:

Posting Komentar

Popular Posts