Sore hari di kampus
Institut Teknologi Indonesia, disamping ruang akademik mahasiswa, selebaran
poster menarik perhatian saya.
Baca
sedikit, langsung menuju ke Lab. Kimia Dasar, karena harus menemani teman yang
sedang menjadi Ass. Lab disana. Namanya Roy. Sepanjang waktu dilab menemani
kawan disana, enak kali ya, hadiahnya besar. hahaha. Ikut olimpiade memang
pernah saya alami sewaktu di MTsN dulu, mewakili sekolah di olimpiade
Matematika se-Jabotabek, tapi kalah dipenyisihan. Pernah mewakili sekolah di
olimpiade MIPA, alhamdulillah menang walau harus juara II, selisih 50 poin
saja, tapi menyakitkan.
Kalau
ingat olimpiade itu, saya jadi sebel. karena saya kurang greget. Sebagai ketua
grup saya hanya mencari aman saja, seharusnya saya bisa menjadi juara I.
Maafkan saya ya teman seperjuangan: cc: Sutini dan Ardianti
Tetapi
lumayan hadiah yang diberikan, cukup buat jajan 2 bulan, dan tepatnya lagi
lomba itu menjelang bulan puasa. Saya dikasih sarung buat shalat.
Saya
masih ingat, kami sering sekali mengerjakan shalat dhuha, dan waktu olimpiade
pun kami sempatkan untuk shalat di masjid sekolah tempat lomba tersebut. Saya
ditemani pak Tjetjep Saiman. Sutini pegang Fisika, Ardianti pegang Matematika
dan saya pegang Biologi, tetapi kami tidak saling mengandalkan pada bidang kami
saja, saya juga harus mengerti Fisika dan Matematika juga. Terus terang, Fisika
adalah kelemahan saya waktu itu. Untuk bidang saya pun, Biologi terkadang dalam
menjawab soal saya tebak - tebak buah manggis, untung selalu betul. Pikir saya,
itu berkah shalat dhuha, sebab di doa shalat dhuha tadi saya sempatkan juga
berdoa demi kemenangan saya.
Tapi,
sebagai ketua grup saya merasa harus bermain aman, itulah penyesalan saya,
tidak bersifat agresif, dipikiran saya terlalu main hitung - hitungan. Maka
hasilnya kami juara II.
Antara
bangga dan sesal, saya pilih bangga, karena sesal kemudian tiada berguna.
Kembali ke poster tadi, setelah selesai menemani teman, kemudian kami ke
himpunan Teknik Kimia yang ada di depan Lab. Berhubung olimpiade itu
menyertakan Kimia sebagai bagian dari cabang perlombaan, maka poster itu pun di
pampang di himpunan.
Kemudian
senior saya bertanya kepada saya, mau ga ikut olimpiade ini, itung - itung
mewakili kampus. Dalam hati sih mau, tapi belum berucap sudah ada senior lain
yang bilang sudah ada kandidatnya. dia jago Kimia, SMA nya pun dari SMK Kimia.
Maka dari itu saya pun urun niat,
Kira
- kira tiga hari setelah itu, Saya dipanggil sama ketua jurusan, ibu Dr. Sri
namanya. Beliau meyakinkan saya untuk mewakili kampus beserta senior saya itu
dan beserta teman seangkatan saya. Namun pada akhirnya hanya tiga orang saja
yang mau. Lombanya diadakan di UI. Waktu itu bentrok sama transportasinya,
tidak ada kendaraan kampus yang bersedia mengantarkan kami.
Seingat
saya yang mau akhirnya ada tiga orang, itupun naik motor kami masing -
masing.
Saya
yang orang Jakarta saja tidak tau jalan tikus menuju UI, sedang teman saya yang
dari Bali, tau dan akhirnya sampai. Kami telat pembukaan acara tersebut karena
kami tidak tau, dan kami pun tidak ditemani oleh siapapun. Dalam hati, ko kalah
ya sama olimpiade dulu sewaktu di MTsN, walaupun cuma se-regional tingkatannya.
Tapi waktu itu gembar gembornya sangat tinggi, sehingga menambahkan kebanggaan
terhadap siapapun yang mengikuti lomba tersebut.
Maka
jadilah saya Aditya Wilastra Pratama dan Hendra Saputra yang berangkat.
Bahkan kami pun tak dapat tempat duduk pada awalnya, akhirnya kami beserta
teman yang terlambat lainnya pun ditempatkan di ruang terpisah. Tidak mengapa,
asal bisa ikut olimpiade saya terima. Hihihi, dapat kaus olimpiade, lumayan
buat pejeng2, pikirku...
#pikiran
jahat.
Pada
pengumumannya tidak ada seorangpun dari kampus kami yang lolos 33 besar.
Itulah
adalah olimpiade pertama kami.
Selang
beberapa bulan, olimpiade lain ternyata datang, pikir saya, tumben sekali ada
olimpiade sampe tingkat perguruan tinggi, biasanya cuma sampai SMA. Ternyata
itu merupakan sistem olimpiade baru dan saya turut menjadi bagian dari
olimpiade perdana tersebut.
Kini
saya persiapkan lomba itu dengan matang dan sebisa saya. Saya lekas ke
perpustakaan dan meminjam semua buku kimia yang berkenaan dengan olimpiade.
Macam kimia analitik, kimia organik, kimia fisika, kimia anorganik, kimia
instrumentasi dan biokimia. Pagi, sore siang malam saya coba pelajari soal -
soal beserta materi atau teori yang ada di kisi - kisi.
Waktu
itu dari kampus ada tiga perwakilan saya dan hendra saputra dan satu lagi adik
kelas namanya daniel.
Sore
itu, saya dapat telepon dari Ibu Lin, beliau adalah penasehat akademik saya
sekaligus dosen Kimia Analitik. Dikatakan olehnya saya berhak mewakili Jakarta
sebagai perwakilan pada Matematika dan IPA tingkat Nasional.
Alhamdulillah,
akhirnya saya berhasil mendapatkan juara I, walaupun baru tingkat Jakarta, dan
berhak mewakili Jakarta ditingkat nasional. Alhamdulillah, tidak sia - sia saya
belajar dan semangat itu terus saya pupuk. Dan alhamdulillah lagi saya tidak
sendiri, walaupun teman saya tidak juara, tetapi dia dipanggil untuk mewakili
Jakarta.
Untunglah
ada teman sekampus jadi bisa ngobrol - ngobrol.
Pada
tingkat Nasional, saya ditemani oleh pak Drs. Singgih , beliau adalah dosen
kimia fisika, tapi beliau jebolan kimia anorganik. Makanya saya sangat
bersyukur. Olimpiade ditingkat nasional itu dilaksanakan di Institut Pertanian
Bogor, kali pertama itu saya kesana. hahaha.
2
hari dikarantina yang bergelut dengan kimia membuat saya merasa senang. Merasa
menjadi bagian besar keluarga kimia, komunitas kimia dan penggiat kimia.
Sebagai
transportasi, kita dibekali dana olimpiade. Alhamdulillah dananya cukup
sekali.
Kalau
dihitung - hitung, dari juara I olimpiade ditambah biaya transportasi, maka
cukuplah untuk bayar uang kuliah setahun lamanya.
Senang
dan bangga, walau dikarantina...
Wow, hebat mas abie...
BalasHapusteruskan
opst wan,.. juara 2 wan hahahaa bukan nga juara ;p
BalasHapus