Andai saja bahagia itu tidak bersyarat, maka bunga mawar tidak perlu berduri

Rabu, 04 Januari 2012

*Nostalgia Karantina*


Sore hari di kampus Institut Teknologi Indonesia, disamping ruang akademik mahasiswa, selebaran poster menarik perhatian saya. 


Baca sedikit, langsung menuju ke Lab. Kimia Dasar, karena harus menemani teman yang sedang menjadi Ass. Lab disana. Namanya Roy. Sepanjang waktu dilab menemani kawan disana, enak kali ya, hadiahnya besar. hahaha. Ikut olimpiade memang pernah saya alami sewaktu di MTsN dulu, mewakili sekolah di olimpiade Matematika se-Jabotabek, tapi kalah dipenyisihan. Pernah mewakili sekolah di olimpiade MIPA, alhamdulillah menang walau harus juara II, selisih 50 poin saja, tapi menyakitkan.
Kalau ingat olimpiade itu, saya jadi sebel. karena saya kurang greget. Sebagai ketua grup saya hanya mencari aman saja, seharusnya saya bisa menjadi juara I. Maafkan saya ya teman seperjuangan: cc: Sutini dan Ardianti
Tetapi lumayan hadiah yang diberikan, cukup buat jajan 2 bulan, dan tepatnya lagi lomba itu menjelang bulan puasa. Saya dikasih sarung buat shalat. 
Saya masih ingat, kami sering sekali mengerjakan shalat dhuha, dan waktu olimpiade pun kami sempatkan untuk shalat di masjid sekolah tempat lomba tersebut. Saya ditemani pak Tjetjep Saiman. Sutini pegang Fisika, Ardianti pegang Matematika dan saya pegang Biologi, tetapi kami tidak saling mengandalkan pada bidang kami saja, saya juga harus mengerti Fisika dan Matematika juga. Terus terang, Fisika adalah kelemahan saya waktu itu. Untuk bidang saya pun, Biologi terkadang dalam menjawab soal saya tebak - tebak buah manggis, untung selalu betul. Pikir saya, itu berkah shalat dhuha, sebab di doa shalat dhuha tadi saya sempatkan juga berdoa demi kemenangan saya. 
Tapi, sebagai ketua grup saya merasa harus bermain aman, itulah penyesalan saya, tidak bersifat agresif, dipikiran saya terlalu main hitung - hitungan. Maka hasilnya kami juara II.
Antara bangga dan sesal, saya pilih bangga, karena sesal kemudian tiada berguna. Kembali ke poster tadi, setelah selesai menemani teman, kemudian kami ke himpunan Teknik Kimia yang ada di depan Lab. Berhubung olimpiade itu menyertakan Kimia sebagai bagian dari cabang perlombaan, maka poster itu pun di pampang di himpunan. 
Kemudian senior saya bertanya kepada saya, mau ga ikut olimpiade ini, itung - itung mewakili kampus. Dalam hati sih mau, tapi belum berucap sudah ada senior lain yang bilang sudah ada kandidatnya. dia jago Kimia, SMA nya pun dari SMK Kimia. Maka dari itu saya pun urun niat, 
Kira - kira tiga hari setelah itu, Saya dipanggil sama ketua jurusan, ibu Dr. Sri namanya. Beliau meyakinkan saya untuk mewakili kampus beserta senior saya itu dan beserta teman seangkatan saya. Namun pada akhirnya hanya tiga orang saja yang mau. Lombanya diadakan di UI. Waktu itu bentrok sama transportasinya, tidak ada kendaraan kampus yang bersedia mengantarkan kami. 
Seingat saya yang mau akhirnya ada tiga orang, itupun naik motor kami masing - masing. 
Saya yang orang Jakarta saja tidak tau jalan tikus menuju UI, sedang teman saya yang dari Bali, tau dan akhirnya sampai. Kami telat pembukaan acara tersebut karena kami tidak tau, dan kami pun tidak ditemani oleh siapapun. Dalam hati, ko kalah ya sama olimpiade dulu sewaktu di MTsN, walaupun cuma se-regional tingkatannya. Tapi waktu itu gembar gembornya sangat tinggi, sehingga menambahkan kebanggaan terhadap siapapun yang mengikuti lomba tersebut. 
Maka jadilah saya Aditya Wilastra Pratama dan Hendra Saputra yang berangkat. Bahkan kami pun tak dapat tempat duduk pada awalnya, akhirnya kami beserta teman yang terlambat lainnya pun ditempatkan di ruang terpisah. Tidak mengapa, asal bisa ikut olimpiade saya terima. Hihihi, dapat kaus olimpiade, lumayan buat pejeng2, pikirku...
#pikiran jahat.
Pada pengumumannya tidak ada seorangpun dari kampus kami yang lolos 33 besar. 
Itulah adalah olimpiade pertama kami. 
Selang beberapa bulan, olimpiade lain ternyata datang, pikir saya, tumben sekali ada olimpiade sampe tingkat perguruan tinggi, biasanya cuma sampai SMA. Ternyata itu merupakan sistem olimpiade baru dan saya turut menjadi bagian dari olimpiade perdana tersebut.
Kini saya persiapkan lomba itu dengan matang dan sebisa saya. Saya lekas ke perpustakaan dan meminjam semua buku kimia yang berkenaan dengan olimpiade. Macam kimia analitik, kimia organik, kimia fisika, kimia anorganik, kimia instrumentasi dan biokimia. Pagi, sore siang malam saya coba pelajari soal - soal beserta materi atau teori yang ada di kisi - kisi. 
Waktu itu dari kampus ada tiga perwakilan saya dan hendra saputra dan satu lagi adik kelas namanya daniel. 
Sore itu, saya dapat telepon dari Ibu Lin, beliau adalah penasehat akademik saya sekaligus dosen Kimia Analitik. Dikatakan olehnya saya berhak mewakili Jakarta sebagai perwakilan pada Matematika dan IPA tingkat Nasional.
Alhamdulillah, akhirnya saya berhasil mendapatkan juara I, walaupun baru tingkat Jakarta, dan berhak mewakili Jakarta ditingkat nasional. Alhamdulillah, tidak sia - sia saya belajar dan semangat itu terus saya pupuk. Dan alhamdulillah lagi saya tidak sendiri, walaupun teman saya tidak juara, tetapi dia dipanggil untuk mewakili Jakarta. 
Untunglah ada teman sekampus jadi bisa ngobrol - ngobrol.
Pada tingkat Nasional, saya ditemani oleh pak Drs. Singgih , beliau adalah dosen kimia fisika, tapi beliau jebolan kimia anorganik. Makanya saya sangat bersyukur. Olimpiade ditingkat nasional itu dilaksanakan di Institut Pertanian Bogor, kali pertama itu saya kesana. hahaha.
2 hari dikarantina yang bergelut dengan kimia membuat saya merasa senang. Merasa menjadi bagian besar keluarga kimia, komunitas kimia dan penggiat kimia. 
Sebagai transportasi, kita dibekali dana olimpiade. Alhamdulillah dananya cukup sekali. 
Kalau dihitung - hitung, dari juara I olimpiade ditambah biaya transportasi, maka cukuplah untuk bayar uang kuliah setahun lamanya. 
Senang dan bangga, walau dikarantina...
2

2 komentar:

  1. Wow, hebat mas abie...
    teruskan

    BalasHapus
  2. opst wan,.. juara 2 wan hahahaa bukan nga juara ;p

    BalasHapus

Popular Posts