Andai saja bahagia itu tidak bersyarat, maka bunga mawar tidak perlu berduri

Rabu, 05 Oktober 2011

Ga' jadi ke tanah Mikhail Gorbachev


Sebuah percakapan antara seorang Guru dengan Murid kesayangannya:
Guru   : Menurutmu, apa yang paling penting yang harus dimiliki oleh seorang Murid?
Murid : Ilmu pengetahuankah?
Guru   : Bukan itu…
Murid : Penghargaankah?
Guru   : Juga bukan…
Murid : Cintakah?
Guru   : Itu juga bukan…
Murid : Lantas?
Guru   : Ilmu pengetahuan, Penghargaan dan Cinta bagi seorang murid itu penting. Tapi yang paling penting bukan itu semua, yang paling penting adalah menahan rasa sakit.

Gambar 1. Bendera Rusia

Berawal dari sebuah pengumuman penerimaan beasiswa Pemerintah Rusia yang terpampang disalah satu Website. Seorang anak dengan mata berbinar memuncak akal pikirannya untuk membayangkan bagaimana studi di negara orang. Mengingat perjuangan orang tua selama ini telah menyekolahkan tanpa pamrih, kini terbayang beasiswa yang menggiurkan. Minimal bisa memperingan beban orang tua untuk melanjutkan pendidikan dengan beasiswa. Rasa - rasanya kalau mengingat perjuangan dahulu, kutulis semua perjalanan hidupku dengan tinta hitam. Penuh peluh penuh duka dan yang pasti penuh pengorbanan.

 Gambar 2. Istana Kremlin

Sampai pengumuman beasiswa itupun datang, raut muka bersemangat untuk mengejar cita cita membahagiakan orang tua, tinta merah pun tak cukup untuk menulisi pengorbananku untuk meraih beasiswa ini. Dari yang mondar - mandir menterjemahkan dokumen, bolak - balik ke notaris, sampai ke PIPKR menyerahkan semua dokumen yang ada. Akhirnya semua berkas penting sebagai syarat beasiswa kuserahkan juga kepada bagian Administrasi PIPKR. Oleh – olehnya adalah sebuah nota bukti pengumpulan berkas beasiswa yang telah ditandatangani. Kupandangi selama perjalanan pulang, nota tersebut. Berharap bisa lolos seleksi tahap selanjutnya. Nota tersebut kusimpan, kujadikan bukti kalau aku ternyata memang layak mendapatkan beasiswa itu, saat itu, aku merasa tinta hitam perjalananku bakal berubah menjadi tinta merah yang penuh semangat.


Tinta segala warna mewarnai kehidupanku setelah tahu bahwa ada pengumuman aku lolos sampai tahap kedua dalam misi meraih beasiswa ini, sampai tahap wawancara. Tak kurang, hijau, biru, kuning, putih, jingga dan ungu, begitulah aku melukiskannya, mewarnai semua hari – hariku setelah itu. Terbayang sudah bagaimana hidup mandiri di negeri orang. Terbayang sudah bagaimana menapakan kaki di negeri orang dengan rasa bangga.

 Gambar 3. Mendeleev University, calon kampus.


Sambil berharap - harap cemas menunggu keputusan terakhir dari pemerintah Rusia, aku belajar bahasanya, budayanya, dan intinya adalah adaptasinya. Entahlah, walau sedikit dan walau belum bisa benar, namun perjuanganku bermula dari saat itu juga. Ya…. itu wajib buatku, agar aku punya sedikit bekal untuk kesana. 
 Gambar 4. Jurusan yang akan dipilih

------------------------------------------------------------------------------------------------------


Namun, setelah pengumuman yang lain datang, semua jadi berubah. Tepatnya 27 Juli 2011 aku mendapati sebuah email yang isinya bahwa aku diterima di Negara Ginseng - Korea Selatan. Ternyata aplikasiku telah disetujui dan aku berhak menerima beasiswa Korea Selatan. Akhirnya aku pun memilih untuk mengambil beasiswa tersebut. Alhamdulillah, aku terpilih sebagai penerima beasiswa Master – Doktoral di salah satu universitas di Korea Selatan sana. Perjuanganku untuk membahagiakan orang tua ternyata rupanya datang dari negara lain. Bukan Rusia ternyata, tetapi aku bangga pernah menjadi bagian dari para penerima beasiswa Rusia, pernah bersama – sama berharap mendapatkan beasiswa Rusia.


Kini aku telah menatap masa depanku. Aku mempunyai seorang teman baik disini, di PIPKR ini, kami sama – sama merupakan pencari beasiswa Rusia ini. Beliau bernama Ariessa, kupanggil dia mas Ari, beliau baik. Semenjak pertemuan pertama kami di PIPKR, kami mulai akrab. Dia seorang dosen yang baik. Tak terasa sudah hampir lebih ½ tahun kami berteman yang tidak hanya lewat PIPKR kami berkomunikasi, lewat telepon pun pernah, saling menyemangati intinya.


Sekarang, jalan kami bakal berbeda. Aku telah memutuskan kemana kakiku melangkah. Satu hal yang selalu kuingat pesan orang tuaku adalah, saat orang lain tidur, kau sudah bangun, saat orang lain masih berjalan kau sudah berlari. Dan di saat orang lain masih memimpikannya kau sudah berhasil mewujudkannya. Itu pesan orangtua kepadaku.


Sekarang, hari ini, dan seterusnya kuharap tinta merah yang telah kugunakan kini berubah menjadi tinta emas. Tinta emas akan mewarnai perjalanan kita masing – masing. Tinta emas yang selalu menghiasi warna kehidupan kita kelak nantinya. Semoga silaturrahim kita tidak akan terputus, walau berbeda tempat studinya.
0

0 comments:

Posting Komentar

Popular Posts